If I Can’t Have You Chap 4

Published July 11, 2012 by tlp28

If I Can’t Have You (Flashback)

Main Cast: Kim Jongwoon and Park Sunyoung

Other Cast: Kim Youngwoon, Kim Jungsoo, Park Yoochun, Park Junsu

Chapter: 4/unknown

Rated: T

Untuk chapter ini hanya berisi flashback-an masa lalu Yesung. Di sini tidak ada sambungan dari chapter-chapter lain.

Happy Reading ^.^

 

If I Can’t Have You

Kim Yesung and Park Sunyoung Memories

 

Taiwan, 3 November 2010

Seorang gadis sedang berlari dengan terburu-buru menyusuri deretan pertokoan di pusat kota. Ia tak terlalu memperhatikan jalan, sehingga banyak orang yang ia tabrak. Hanya kata ‘maaf’ yang bisa ia ucapkan. Tak ada waktu lagi, ia harus cepat di tempat tujuan. Ia terus merutuki dirinya yang lupa karena memilik janji untuk bertemu dengan seseorang. Dia sendiri yang membuat janji, dia juga yang lupa untuk menepatinya.

“Astaga sudah jam 4 lewat! Kau bodoh sekali Sunyoung.” Gadis yang bernama Sunyoung itu masih terus merutuki dirinya.

Dengan nafas terengah-engah, akhirnya ia sampai di sebuah cafe. Ia mengatur nafas dulu sebelum membuka pintu dorong cafe tersebut. Seorang pelayan menyapanya ramah. Ia memandang ke sekeliling cafe dan menemukan orang yang dicarinya sedang duduk di salah satu kursi. Jantungnya mulai berdegup kencang.

“Yesung Oppa.” Orang yang dipanggil Yesung pun menoleh ke arahnya. Sunyoung menyunggingkan senyuman menawannya lalu menghampiri Yesung.

“Jeongmal mianhae aku terlambat.” Katanya sambil membungkuk. Yesung hanya tertawa kecil sambil mengusap kepala Sunyoung lembut. “Gwaencahan. Aku juga baru datang kok.” Hanya itu jawaban dari namja itu.

“Oppa, ada yang ingin aku katakan.” Kata Sunyoung setelah ia duduk di seberang Yesung. Namja itu hanya tersenyum kecil memandang gadis di hadapannya itu. “Ne, ada apa?”

Tapi Sunyoung hanya diam. Dirinya tengah dilanda kegugupan. Matanya tak bisa lepas dari wajah tampan Yesung. Jantungnya terus berdetak lebih cepat. Ia menundukan kepalanya malu.

“Saranghae Yesung Oppa.” Katanya pelan sambil menunduk.

“Hah? Kau bilang apa Sunyoung? Bisa katakan dengan lebih keras?”

“Saranghae Yesung Oppa.”

“Hah?” *aish si Oppa kena virus tulinya Siwon ya? -_-*

“SARANGHAE YESUNG OPPA, APA OPPA MAU JADI PACARKU?” Kata Sunyoung keras, mungkin nyaris berteriak. Ia memandang Yesung yang menatapnya dengan senyuman lebar. Entah kenapa Sunyoung merasa malu dan wajahnya mulai memerah. Ia kembali menundukan kepalanya, menunggu jawaban Yesung.

Sang namja, Kim Yesung, pun mendekati sang yeoja, Park Sunyoung, lalu berlutut di sebelahnya. Ia pun mendekatkan bibirnya ke arah telinga Sunyoung lalu berbisik…

“Nado saranghae Park Sunyoung.”

Sunyoung pun mengangkat wajahnya memandang Yesung. Langsung saja mukanya kembali bersemu merah karena melihat wajah Yesung yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

“J-jinjja? Oppa mau…”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Yesung sudah membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman. Ciuman lembut yang menandai awal perjalanan cinta Park Sunyoung dan Kim Yesung.

 

10 Desember 2010

“Ada apa?”

“Woi Yesung, kau jadi gak sih ikut malam ini?”

“Aku ikut. Tunggu sebentar lagi.” Yesung pun melempar hp-nya ke tempat tidur lalu bergegas ganti baju. 10 menit kemudian, ia sudah siap berpakaian kaos v-neck putih, jaket kulit, celana jins dan sepatu.

“Appa, Umma, aku pergi dulu.”

Ia pun segera menyalakan motornya dan melaju kencang menyusuri jalanan kota Taipei yang cukup lengang. Maklum saja, waktu sudah menunjukan pukul setengah 11 malam. Hanya butuh waktu 5 menit saja ia sudah sampai di tempat ‘ngumpul’-nya.

“Akhirnya kau datang juga. Ke mana aja sih?”

“Sorry, tadi ngerjain tugas kuliah dulu.” Jawab Yesung sambil memarkir motornya di deretan motor-motor yang lain.

“Masih jaman yang ngerjain tugas kuliah? Mendingan ngebut-ngebutan deh daripada ngerjain tugas.” Jawab temannya, Taecyeon.

“Yo Yesung, kau ikutan sekarang.”

Yesung pun mengangguk dan kembali menaiki motornya. Ia melajukan motornya lambat menuju sebuah garis start. Di sana sudah berkumpul para pengendara motor yang lain. Kebanyakan adalah namja seumuran Yesung. Namja yang gemar ngebut-ngebutan motor seperti dirinya.

“1…2…3…”

Yesung pun mulai melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Yesung melirik speedometer motornya, 120 km/jam. Kalau sedang membonceng Sunyoung, ia hanya berani sampai titik 80 km/jam. Itupun juga sudah membuat gadis itu ketakutan setengah mati.

Kalau begitu, mari author jabarkan sedikit tentang siapakah sebenarnya Kim Yesung. Well, namja yang kepalanya agak besar itu #plak adalah seorang anggota dari sebuah geng motor terkenal di Taiwan. Layaknya sebuah geng motor, kerjaan mereka adalah ngebut-ngebutan di jalanan. Walaupun begitu, mereka masih tau aturan. Mereka masih mempunyai batas dalam acara ngebut-ngebutan. Di geng ini, Yesung terkenal sebagai The Fastest. Dalam beberapa lomba ngebut-ngebutan, ia selalu menjadi pengendara pertama yang sampai di garis finish. Kemampuan mengendarai motornya juga sangat lihai. Ia mampu ‘nyempil’ di antara 2 kendaraan, padahal saat itu kecepatannya bisa dibilang tidak lambat. Ia bahkan sampai bisa nge-drift saat berada di tikungan. Wow, what an amazing boy with a big head #plak.

Kembali ke cerita…

Yesung menyipitkan matanya dan menemukan bahwa garis finish sudah dekat. Ia menambah kecepatannya menjadi 130 km/jam. Poninya beterbangan tertiup angin. Dan akhirnya WUSH! Ia sampai di garis finish sebagai juara pertama.

00000000000

“Kau, kekasihmu tau kalau kau suka ngebut-ngebutan kayak gini?” Tanya Taecyeon seraya duduk di trotoar, di sebelah Yesung. Yang ditanya hanya mengangguk. “Dan dia tidak bilang apa-apa?”

“Sunyoung bukan tipe seperti itu. Dia selalu menerima orang lain apa adanya.”

Taecyeon menyipitkan matanya memandang Yesung. “Polos sekali kekasihmu itu.”

Yesung tertawa kecil. “Saking polosnya, kau harus liat wajahnya setelah kubonceng sampai rumahnya. Pucat, tapi terlihat senang dan kagum.”

“Jinjja? Hah, polos sekali. Tapi yang penting kau mencintainya.”

Yesung hanya tersenyum lalu memandang langit malam.

 

11 Februari 2010

“Oppa.” Panggil Sunyoung sambil memandang langit malam Taipei yang bertabur ribuan bintang.

“Hm…?” Hanya itu yang keluar dari mulut Yesung.

“Oppa.”

“Hm…?”

“OPPA! JAWAB AKU!”

“Aish aku sudah menjawabmu tadi, Sunyoung.”

“Tapi kau hanya bergumam hm… hm… saja.” Jawab Sunyoung kesal sambil menggembungkan pipinya.

“Ne, ada apa chagiya-ku yang manis?” Mendengarnya dipanggil manis, wajah Sunyoung langsung memerah malu.

“Ani. Hanya ingin nanya, Oppa tau gak kapan 100 hari jadian kita?” Tanya Sunyoung pelan, kembali menengadah menatap langit. Di sebelahnya Yesung diam, berhitung dalam otaknya. Kalau bulan Februari ini mereka 90 hari alias 3 bulanan, berarti tinggal ditambah 10 hari. Jadinya…

“Tanggal 13 nanti kan?” Sunyoung tersenyum mendengar kekasihnya masih bisa berhitung dengan benar #plak *ditendang Yesung*

“Memangnya kenapa chagiya? Kau menginginkan sesuatu?” Tanya Yesung sambil membawa Sunyoung dalam dekapannya. “Hm… sebenarnya sih iya. Tapi aku bingung.” Yesung memandang Sunyoung penasaran. “Katakan, dan aku akan berusaha untuk memenuhinya.” Jawab Yesung sambil mengecup kepala Sunyoung lembut.

“Aku ingin… kita bisa melihat langit malam ini bersama.”

“Hah?” Yesung enggak mudeng.

“Iya, di tempat yang tinggi, yah tidak perlu tinggi-tinggi banget sih, terbuka, jadi kita bebas memandang langit malam. Oppa tau gak kalo langit malam itu indah banget, apalagi kalau cerah. Kita bisa melihat beribu-ribu bintang bercahaya. Terus lebih indah lagi kalau dilihat bersama orang yang kita sayangi.”

Yesung tertegun melihat kepolosan Sunyoung. Ia semakin mencintai gadis ini. Dan apa pun akan Yesung lakukan untuk mewujudkan keinginan Sunyoung untuk 100 hari jadian mereka.

“Hm… tempat yang tinggi ya? Baiklah, aku akan membawa Sunyoung ke tempat yang tinggi supaya keinginan Sunyoung bisa terkabul.” Sunyoung menoleh ke arah Yesung sambil membulatkan matanya seperti anak kecil. Membuat Yesung makin gemas dengan tingkah imut kekasihnya.

“Jinjja Oppa?” Yesung mengangguk sambil tersenyum kepada kekasihnya itu.

 

12 Februari 2010

“Tidak Yesungie, di sana terlalu berbahaya.”

“Tapi Appa, ini keinginan Sunyoung. Aku ingin membuatnya bahagia.” Yesung tetap bersikukuh untuk mendapatkan izin appa-nya.

“Tetap saja Yesung, walaupun ini keinginan Sunyoung, Appa tetap tak akan mengizinkannya. Kau seperti tidak tahu keadaan di sana.” Jawab sang appa tetap dengan pendiriannya.

Yesung pun beralih kepada sang umma. Biasanya sang umma selalu membelanya. Ia memasang puppy eyes andalannya. Namun, jawaban yang ia dapatkan kali ini berbeda. Umma-nya yang biasanya berhati malaikat, kini menggeleng.

“Waeyeo? Kenapa tidak boleh? Aku kan sudah janji akan berhati-hati.”

“Tetap saja Yesungie, walaupun kau sudah berjanji akan hati-hati, umma dan appa tidak akan mengizinkan. Lagian sekarang juga sedang musim hujan, pasti jalanan akan licin.” Jawab sang umma lembut namun tegas.

“Umma, please…”

“Yesungie, jangan bersikap egois seperti anak kecil.” Kini sang appa kembali buka suara.

Yesung terdiam. Padahalkan niatnya baik, mau membuat kekasihnya bahagia. Tapi, ia tak dizinkan oleh appa dan ummanya untuk membawa Sunyoung ke sebuah gunung di pinggiran kota Taipei *ok ini ngaco*. Dibilang masih anak kecil lagi. Padahalkan umurnya sudah 20 tahun. *kenapa Yesung jadi curhat?*

“Walaupun kau juga jago bawa motor, tapi kita tak akan tahu apa yang akan terjadi.”

Yesung memandang sang appa kesal. “Jadi appa nyumpahin aku kecelakaan gitu?”

Kim Youngwoon –appa dari Yesung- langsung menatap sang anak tajam. Terlihat mukanya memerah karena amarah. Bisa-bisanya Yesung berkata seperti itu kepadanya. Sudah bagus ia mau memperingati sebelum terlambat (?). Kenapa sih anak semata wayangnya ini sangat keras kepala?

“Siapa yang mau menyumpahimu kecelakaan, hah?” Tanya Youngwoon dengan nada yang sudah meninggi. Mendengar nada bicara sang appa yang mulai meninggi, tak membuat Yesung takut sedikitpun. Untuk saat ini, dia bertekad ingin membangkang dari orangtuanya, demi orang yang ia cintai. Hey, berkorban untuk cinta bukan masalah kan?

“Siapa yang bilang hah? Jawab aku Kim Yesung!”

“Appa sendiri kan yang bilang! Appa bilang walaupun aku jago bawa motor, tapi kita tak akan tahu apa yang terjadi. Itu sama saja Appa nyumpahin aku kecelakaan. Iya kan?” Jawab Yesung dengan nada yang tak kalah tingginya.

PLAK! Satu tamparan keras pun mendarat di pipi Yesung. Ia sudah menduga appa-nya akan melakukan ini.

“Youngwoon, sudah. Bicarakan dengan baik-baik dulu.”

“Bagaimana mau baik-baik, Jungsoo. Kita sudah berusaha untuk memperingatinya, tapi dia saja yang keras kepala. Dan sekarang dia mengataiku sudah menyumpahinya akan kecelakaan.” Jawab Youngwoon dengan berapa-api.

Yesung memandang Appa-nya sinis. “Appa memang egois.”

Tangan Youngwoon sudah terangkat hendak menampar Yesung lagi. Namun, sang umma langsung menahan tangan Youngwoon. “Tak ada tamparan lagi. Jangan sampai kita ribut hanya karena masalah ini. Yesung, kau balik ke kamarmu sana.”

“ANI! AKU AKAN PERGI!”

“YA SUDAH PERGI SAJA SANA DASAR ANAK GAK TAU DIRI!!! EGOIS! URUS SAJA SENDIRI.”

Mendengar perkataan sang appa tadi, Yesung semakin marah. Huh, ya sudah kalau apa gak mengizinkan, aku tetap akan pergi. Aku bisa kok menjaga diri sendiri, batinnya. Ia segera mengambil kunci motornya dan menuruni tangga menuju basement tempat semua kendaraan keluarganya terparkir. Ia tak peduli dengan umma-nya yang terus memanggil-manggilnya. Dan sebelum ia benar-benar meninggalkan rumahnya, ia mendengar suara tangisan umma-nya. Mianhae umma, aku memang anak yang egois.

0000000000000

Berkali-kali Sunyoung mencoba menghubungi Yesung, namun namja itu tak pernah mengangkatnya. Ia semakin gelisah dan entah kenapa ia seperti merasakan firasat buruk. Firasat buruk tentang sang kekasih.

“Oppa ayolah angkat telponmu.” Gumamnya. Sudah lebih dari 10 kali ia mencoba menghubungi Yesung. Tapi sama saja, Yesung tidak menjawabnya.

PRANG! Tiba-tiba salah satu kaca jendela Sunyoung pecah. Ia melihat sebuah batu berhasil masuk ke dalam kamarnya, terjatuh di antara pecahan kaca jendelanya. Perlahan ia mendekati jendela yang pecah itu. Ia pun menundukan kepalanya ke bawah dan melihat Yesung berdiri di dekat sebuah pohon bersama motornya.

“Oppa?” Tanya Sunyoung tak percaya. Yesung langsung menaruh telunjuknya di depan bibirnya.

“Appa orangtuamu sudah tidur?” Tanya Yesung sedikit kencang. Sunyoung pun hanya mengangguk. Yesung pun mengisyaratkan Sunyoung untuk turun.

“Tapi pintu depan sudah dikunci.” 

Lalu Yesung menunjuk pohon yang berada di dekatnya. Seakan mengerti, Sunyoung pun dengan perlahan melompat ke dahan pohon terdekat. Ia pun turun dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Hingga sampai di dahan paling bawah, ia diam lalu duduk di dahan tersebut sambil mengigit bibirnya.

“Waeyeo?”

“Aku takut turunnya.” Memang sih jarak antara dahan terbawah dan tanah cukup tinggi, sekitar 1 meter. Yesung lalu mengulurkan tangannya, melingkar di pinggang Sunyoung. Saat Yesung mengangkat Sunyoung, gadis itu reflek memegang bahu Yesung. Yesung lalu menurunkan Sunyoung dengan hati-hati. Ia langsung menarik tangan Sunyoung, menyuruhnya untuk naik ke motornya.

“Eh? Tapi kan kita belom izin, Oppa.”

“Sudah, kau naik saja.”

Sunyoung hendak membantah, tapi Yesung sudah menatapnya tajam.

“Oppa, gwaencahan?”

“Gwaenchanayo, Sunyoung. Kau mau hadiah 100 hari jadian kita gak?” Mendengar kata ‘hadiah 100 hari jadi’, Sunyoung pun mengangguk. Walaupun ia merasa ini salah, ia tetap mengikuti Yesung. Ia segera duduk di belakang Yesung dan melingkarkan tangannya memeluk pinggang sang kekasih. Perlahan, Yesung melajukan motornya. Namun saat memasuki jalan raya, Yesung menambah kecepatannya. Lebih dari kecepatan yang biasa ia gunakan saat membonceng Sunyoung.

Well, ia masih marah karena tidak diizinkan oleh Appa Umma-nya, maka ia bertekad untuk kabur bersama Sunyoung dan kembali dengan keadaan selamat. Ia akan buktikan kepada orangtuanya bahwa ia tidak akan apa-apa jika pergi ke gunung itu.

Kecepatan motor Yesung sudah sampai di titik 120 km/jam. Bisa ia rasakan lengan-lengan Sunyoung memeluk pinggangnya sangat erat.

“Oppa aku takut!” Seru Sunyoung memecah keheningan malam itu.

“Sabar chagiya. Kita akan sampai di sana. Kau tunggu saja, tetap berpegangan padaku.” Jawab Yesung asal, kembali fokus dengan kegiatannya.

“Tapi Oppa ini bahaya sekali!” Seru Sunyoung semakin keras.

“Kau tahu aku jago mengendarai motor, chagiya. Aku yakin kita akan selamat kok.”

Tes…Tes…Tes… hujan pun mulai turun. Yang awalnya masih berupa gerimis kecil lama kelamaan menjadi lebat. Sunyoung semakin takut. Takut karena kecepatan motor Yesung yang gila-gilaan. Ia semakin takut lagi saat mereka sudah mulai memasuki jalanan berliku di kawasan gunung di pinggiran kota Taipei itu. Air mata mulai membasahi wajah cantik Sunyoung, bercampur dengan air hujan yang sudah membasahi tubuhnya dan Yesung.

Umma…Appa… aku takut. Aku takut kalau kami kecelakaan…

Dan hal yang Sunyoung takutkan pun terjadi. Saat berbelok di tikungan yang lumayan tajam, motor Yesung oleng membuat keduanya terlempar ke kiri, menuruni lereng gunung meuju jurang yang cukup dalam. Tubuh gadis itu membentur bebatuan tajam yang ada di sana. Air matanya kembali membasahi wajah gadis itu. Sunyoung hanya pasrah, ia tahu sebentar lagi ia tak akan meninggalkan dunia ini. Sekujur tubuhnya sakit, darah merembes keluar dari kepalanya. Ia tak tahu Yesung di mana.

“Umma…Appa….miahae…”

“Yesung… Oppa….Sarang-hae….” Dan semuanya pun gelap.

 

16 Februari 2010

YESUNG POV

“Apa mereka akan sadar?” Ku dengar pertanyaan lirih yang keluar dari mulut seseorang yang sudah ku kenal, Umma-nya Sunyoung. Beberapa saat hening sampai ku dengar bunyi berdecit yang kuyakini sebagai pintu yang dibuka.

“Junsu-Ie.” Ah itu pasti appa-nya Sunyoung. Lalu ku dengar suara Junsu ahjumma yang terisak pelan.

“Bagai-bagaimana kalau Sunyoung tidak akan sadar, Chunnie?” Kata Junsu ahjumma di sela-sela isak tangisnya. “Sudahlah Su-Ie, kita tunggu saja bagaimana akhirnya.” Jawab Yoochun ahjusshi berusaha untuk menenangkan tangisan Junsu ahjumma.

“Ini salah Yesung.” Hm… ya ahjumma ini memang salahku. Ini semua memang aku yang memulainya. Maafkan aku ahjumma.

Sesaat, ruangan ini senyap. Sejenak aku bisa mendengar bunyi 2 monitor pengawas detak jantung berbunyi. Dan aku yakin sekarang, di sebelah ranjangku ini ada satu ranjang lagi. Aku masih bisa membayangkan wajah manisnya.

Wajah putih lembut dengan hidung yang mancung, tulang pipi tinggi, serta bibir merah tebal. Jangan lupakan matanya yang jernih dan indah yang selalu menyorotkan perasaan hangat saat aku memandangnya. Aku kembali yakin kalau mata itu sedang menutup, menyembunyikan segala sorotan hangatnya.

Sunyoung…apa kau masih hidup? Apa kau sudah sadar namun masih berpura-pura tidur seperti diriku ini?

Aku tak tahu sekarang sudah berapa hari sejak kecelakaanku waktu itu. Kecelakaan naas yang membuatku dan Sunyoung koma. Dan aku tahu, semua orang terutama dari pihak keluarga Sunyoung, menyalahkanku karena kecelakaan ini. Memang, aku memang pantas untuk di salahkan. Karena keegoisanku lah semua ini terjadi. 

Aku kembali mendengar suara berdecit. Mungkin ada yang sedang masuk atau keluar. Tiba-tiba sebuah tangan halus menyapu pipiku. Aku kenal tangan ini, aku kenal sentuhan ini. Umma… TES… kurasakan air mata jatuh ke pipiku. Ini bukan air mataku, melainkan air mata Umma. Astaga, aku merasa sangat bersalah sekarang. Sudah membuat kekasihku koma dan sekarang membuat Umma-ku sendiri menangis.

“Yesungie… bangun Nak. Sampai kapan kau harus tertidur seperti ini?” Bisik Umma lirih. Air matanya kembali berjatuhan ke wajahku. Mianhae Umma, aku hanya belum siap untuk bangun. Aku belum siap untuk mendengar cacian dari keluarga Sunyoung karena aku yakin mereka akan menyalahkanku habis-habisan.

“Jungsoo-ah gwaenchana?” Ku dengar suara Yoochun ahjusshi. Oh ternyata orangtua Sunyoung masih di sini.

“Gwaen-gwaencahanayo Yoochun-sshi.”

Tiba-tiba kudengar suara nyaring dari salah satu monitor. Entah dari punyaku atau Sunyoung. Tapi firasatku mengatakan… akan terjadi hal yang buruk. Junsu ahjumma menjadi histeris.

“Sebentar biar aku panggilkan dokter dulu.” Ku dengar pintu kembali berdecit dan sepertinya Yoochun ahjusshi sedang berlari mencari dokter.

“Junsu-ah….”

“Sunyoung… Sunyoung… bangun. Umma mohon, jangan tinggalkan Umma chagiya. Sunyoung bangun, umma mohon chagiya. Bangun…” Dan tangisan Junsu ahjumma-pun semakin histeris.

Lalu kudengar suara gaduh dari beberapa orang dokter dan suster. Lalu ruangan kembali sunyi, entah apa yang sedang terjadi. Dan tiba-tiba….

Niiiitttttt…… Suara itu terdengar, menandakan berakhirnya detak jantung seseorang yang dipasangi monitor tersebut. Junsu ahjumma menjerit histeris.

“TIDAK SUNYOUNG… KAU TIDAK BOLEH MENINGGALKAN UMMA… SUNYOUNG….” Hatiku sedih dan sakit. Ternyata firasatku benar… Sunyoung harus menutup mata untuk selamanya.

“Oppa…” Aku terkejut sekaligus merinding. Ku dengar suara lembutnya memanggilku. Tidak… dia sudah tidak ada, jadi tidak mungkin ia bisa memanggilku.

“Oppa… bukalah matamu. Jangan membuat keluargamu cemas. Janga sia-siakan kesempatanmu untuk melihat dunia lagi.” Sunyoung itu benar suaramu?

“Oppa… aku iri dengamu. Di saat aku benar-benar ingin melihat dunia lagi, Tuhan malah mengambil nyawaku. Namun, kau sudah diberi kesempatan untuk melihat dunia lagi, Oppa. Jangan sia-siakan.”

Aku sedikit bergetar mendengar suaranya. Sangat nyata.

“Walaupun kau akan disalahkan oleh semua orang, tetaplah ingat, aku akan selalu ada di hati Oppa, membantu Oppa supaya Oppa dapat melaluinya dengan tegar, walaupun aku sudah tak ada di alam yang sama denganmu lagi.”

“Maafkan aku Oppa. Karena permintaan konyolku, kita harus berakhir seperti ini.”

Tidak Sunyoung! Permintaanmu tidak konyol. Wajar saja kau menginginkan hadiah 100 hari jadian. Yang seharusnya disalahkan adalah diriku. Karena keegoisanku ingin menuruti keinginanmu lah kau kehilangan nyawamu. Jika aku tidak mendengarkan peringatan Appa, kau pasti masih hidup sekarang.

Seakan mendengar perkataanku, ia menjawab. “Kalau Oppa tetap ingin disalahkan ya sudah. Oppa salahkan aku karena permintaanku sangat konyol dan aku menyalahkan Oppa karena Oppa sudah mau menuruti permintaan konyolku. Bagaimana? Kita impas kan?

Tidak! Kau tidak perlu di salahkan, chagiya.

“Hm… ya sudah deh. Sepertinya sekarang aku sudah harus pergi. Ingatlah Oppa, aku akan selalu ada di hati Oppa, walaupun kita sudah tak bisa bersama lagi. Aku akan selalu mencintai Oppa. Carilah kebahagiaanmu sendiri. Dan satu hal yang paling penting, jangan merasa bersalah dan terbebani atas kematianku. Ini sudah takdir Tuhan dan tak ada yang bisa merubahnya, arra? Satu permintaanku sebelum aku harus benar-benar pergi… bukalah kedua matamu dan hadapi takdirmu sebagai seorang Kim Yesung yang tegar. Sampai jumpa, Yesung Oppa…. Saranghae.”

TES… Air mataku tumpah. Sunyoung, sekarang kau benar-benar sudah pergi? Air mataku kembali mengalir.

“YESUNG!” Ku dengar semua orang yang ada di sini berlari ke ranjangku. Seseorang mengangkat selang oksigen yang menempel di hidungku. Nafasku memburu.

“Yesung, kau sudah sadar?” Kurasakan nafas Umma menyapu wajahku. Hangat… Perlahan aku membuka kedua mataku. Aku sedikit menyipitkan mata saat cahaya putih menerobos masuk mataku. Aku menolehkan wajahku ke arah Umma.

“Mi-mianhae Umma…” Hanya itu kata-kata yang sanggup aku ucapkan. Umma menangis hiseris lalu memelukku. Dari balik punggung Umma, aku bisa melihat Yoochun ahjusshi dan Junsu ahjumma. Aku memasang raut wajah bersalah kepada mereka berdua. Sedangkan mereka hanya menatapku datar, seolah-olah menyalahkanku. Mianhae….

17 Februari 2010

Salah satu dari beribu-ribu makam yanga ada di kompleks pemakaman itu terlihat ramai di kelilingi orang-orang. Seorang yeoja terlihat menangis kencang sambil memeluk nisan yang berada di makam itu.

PARK SUNYOUNG

12 Agustus 1990

Sampai

16 Februari 2010

Berangsur-angsur kumpulan orang itu bubar. Terlihat seorang yeoja yang sedang mendong sebuah kursi roda yang di atasnya duduk seorang namja berwajah pucat. Pipinya sembab karena menangis. Saat mereka sampai di tempat parkir, seorang namja memapah namja yang berada di kursi roda tersebut untuk masuk ke dalam mobil. Yesung, namja yang ada di kursi roda tadi, melamun. Pikirannya kosong. Perasaan bersalah masih ia rasakan sekarang. Ditambah perasaan sakit karena keluarga Sunyoung mulai menyalahkan dirinya. Ia bisa mendengar bisik-bisik keluarga Sunyoung di pemakaman tadi, semuanya menyalahkan dirinya.

“Siwon, cepat masuk ke mobil.”

Yesung pun menoleh dan melihat seorang namja berbadan tinggi tegap sedang memadang ke arahnya dengan tatapan tajam.

“Ya Choi Siwon, cepat!” Dan namja itu pun langsung membuang mukanya dan pergi.

0000000000000

“Kita langsung ke bandara atau pulang dulu, nyonya Kim?”

“Pulang saja dulu. Baru kau jemput Youngwoon di bandara.”

30 menit kemudian, mereka sampai di sebuah rumah mewah. Sopir keluarga Kim pun memapah Yesung menuju kamarnya. Lalu ia ditinggalkan sendiri. 1 jam, ia menyendiri di kamarnya. Pikirannya kacau. Sampai tiba-tiba pintu kamarnya terbuka lebar dan Kim Youngwoon pun langsung masuk menghampiri Yesung yang terduduk di kasurnya.

PLAK! Satu tamparan mendarat di pipi Yesung.

“MAUMU APA SIH?”

Yesung hanya diam, tak sanggup menatap wajah ayahnya yang dalam keadaan marah besar itu.

“Youngwoon! Yesung masih lemah. Jangan sakiti dia.” Kini sang umma sudah masuk ke dalam kamar anak tunggalnya.

“KIM YESUNG JAWAB PERTANYAANKU! MENGAPA KAU EGOIS DAN KERAS KEPALA HAH? SADAR TIDAK SIH KAU KALAU PERBUATANMU ITU SUDAH MEMBUAT KEKASIHMU MATI!”

Yesung tetap tak menjawab. “Mianhae Appa.” Hanya itu yang saggup ia katakan.

“Hanya kata maaf saja yang sanggup kau ucapkan hah? Dasar bodoh! Kau membuat orangtuamu malu tahu!”

Aku tahu appa. Lalu apalagi yang harus aku lakukan? Air mata Yesung pun jatuh. Ia merasa sangat lemah sekarang.

“Menangis? Kau memang benar-benar bodoh Yesung. Dasar cengeng.” Sang appa yang sudah tak bisa mengontrol emosinya kini bangkit dari tempat tidur Yesung.

“Kalau seperti ini, Appa terpaksa akan mengirimmu ke Seoul.”

“MWO? Seoul? Tapi kenapa?”

“Kenapa? Agar kau bisa menjaga dirimu sendiri. Agar kau bisa lebih mandiri lagi. Agar kau bisa mengontrol keegoisan dan sifat keras kepalamu itu. Dan agar kau… tidak terus disalahkan oleh keluarga Sunyoung.” Suara appa-nya melemah saat mengucapkan kalimat terakhir.

“Tapi aku akan tinggal dengan siapa?”

“Sudah, kau tidak usah memikirkan masalah itu. Yang penting, persiapkan dirimu untuk pindah. Kau akan pindah awal semester 4. SJ University…..”

Flashback end

If I Can’t Have You

Kim Yesung and Park Sunyoung Memories

Yeay…. flashback-an Yesung dan Sunyoung pun selesai!!! Untuk sambungan chapter sebelumnya, ada di chapter selanjutnya yaaa…. Sebenernya author mau ngelanjutin di sini. Tapi karena berhubung lagi mentok ide (lagi), gak jadi buat sambungannya deh hehehe…

Gimana readers? Seru gak flashback-annya? Maaf ya kalo kurang bagus dan maksud dan aneh dan dan dan sebagainya… Tunggu kelanjutan kisah cinta Yewook couple ya. Kalo bisa dimepetin, ff ini bakal selesai di chapter 5, tapi itu masih rencana ya… Di mohon untuk bersabar.

Ok deh, bales review dulu:

Cloudsoms114:  *pura-pura gak kenal* gaya lu, sering ngintipin fanfic orang aja masih bilang penasaran -_- but thanks for review-nya eonni-ku yang demen di-bully

kevin is the baka mendokusai: Gomawo atas pujiannya, jadi tersanjung deh hahaha. Tunggu kelanjutan kisah Yewook couple-nya yah ^.^

Yolyol: Ih genit nih noel noel author #plak. Yah, ketauan deh masa lalunya Yesung hahaha. Tapi 100 buat chingu karena sudah bisa menebak masa lalunya Yesung. Ok deh, tunggu chapter selanjutnya ya. Jangan sampe kelewatan lagi ok? Gomawo sudah mereview ^.^

Ostreichweiz: Mimi koala Cuma punya author #digampar Mitang. Iya nih Siwon tuh ternyata sepupunya Sunyoung. Author aja baru tau (?) sip deh, always waiting for the next chapter ya, thanks for review and support

Ryeocloud: Kacian yang lagi baca tiba-tiba tbc *author ketawa evil* *digetok readers karena tega nge-tbc-in* Semua pertanyaan chingu sudah terjawab kan di chapter ini? Semoga tidak bingung lagi… Gomawo for your review ^.^

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment